Senin, 17 November 2008

Kirimkan Aku Sebait Doa

"Aku tak membutuhkan berkarung-karung makanan itu", kata perempuan tengah baya itu.
"Aku juga tak membutuhkan uang berlembar-lembar jumlahnya", katanya lagi.
"Aku sudah terbiasa dengan keadaan ini, dengan perang demi perang yang kami hadapi setiap hari", tak ada gurat kepedihan di wajahnya.
"Bila sebagian saudaraku di luar sana merisaukan anak-anak mereka... aku justru merisaukan diriku sendiri...aku risau karena sudah tidak memiliki apa-apa lagi untuk kupersembahkan kepada Rabb-ku. Anak lelakiku yang terakhir baru saja syahid dua hari yang lalu", ia mulai gerimis.
"Dan aku tak tahu apa lagi yang bisa kupersembahkan kepada Rabb ku setelah ini. Tapi setidaknya aku bangga bahwa tak seorang pun dari ke sembilan anakku yang tidak dicintai Rabb ku, mereka bahkan telah menjadi syuhada di sisiNya seperti juga ayah mereka",
"Bila kalian di luar sana disibukkan dengan urusan dunia, pekerjaan, keluarga, takut kelaparan, takut akan rezeki, takut akan fatamorgana... aku hanya bisa bercerita pada kalian bahwa seharusnya kalian bersyukur bisa beribadah dengan tenang, bisa beramal dengan daya upaya kalian dengan sedekah dan kesempatan yang terbentang luas..."
"Tapi sungguh tak mengapa dan tak sepantasnya aku membanding-bandingkan keadaan kita, sebab sungguh Allah Maha Melihat dan Allah Maha Kuat. Maka menanti detik-detik akhir hayatku pula setelah seluruh titipanNya yang ada padaku telah kembali dengan sempurna, aku ingin berpesan pada kalian saudara-saudaraku semua.... tolong kirimkan sebait doa untuk kami di Palestina. Sebab setelah ini sungguh aku tidak tahu harus mempersembahkan apa lagi untuk Rabbku".
"Tahukah kalian, ketika kalian mendoakan kami tadi malam dalam Qiyamullail kalian, tujuh buah truk yang membawa makanan buat saudara-saudara kami di perbatasan bisa selamat dan menyelamatkan ribuan jiwa karena sepasang pengawal Yahudi di gerbang itu lalai dalam obrolan mereka, Subhanallah.... betapa Maha Kuasa nya Allah yang mampu membuat segala yang tidak mungkin menjadi mungkin, yang sulit menjadi mudah, yang sempit menjadi lapang"
"Maka kupinta padamu wahai saudara-saudaraku terkasih yang mencintai Allah, tolong sertakan kami dalam doa-doa kalian, dan biarlah kami yang menanggung perjuangan di sini dengan segenap keadaan kami. Demi cinta kami pada Allah, Rasulullah, kaum muslimin dan pada agama ini... kami akan terus berjuang di sini".
Perempuan tengah baya itu kemudian berlalu dan sebuah truk besar milik Yahudi yang melintas di jalanan tanpa ampun melindasnya. Ia pun syahid seperti suaminya dan ke sembilan anaknya.

Kamis, 13 November 2008

TENTANG ORANG-ORANG TERLUKA

Barangkali di hatinya ada celah yang terabaikan sehingga sandarannya tidak kokoh. Kalau sebutir pasir masuk, maka debu pun apalagi. Maka segala perca kehidupan yang kecil masuk ke dalam celah itu. Maka seolah-olah ruang itu jadi penuh. Seolah penuh dengan asa padahal dosa yang tercipta karena tumpukan noda yang datang satu demi satu, lalu menutupi kebeningan si hati. Kasihan sekali mereka yang terluka karena hatinya sendiri. Sandaran pun roboh. Takdir dipersalahkan. Hati pun luka, sakit, perih dan berkarat. Ribuan keluh bermunculan. Rasanya pedih.
Kawan...mari kita analisis kenapa orang terkadang bisa terluka. Kenapa bisa kecewa. Ternyata bermula dari celah kecil di hati yang lupa ditutupi. Barangkali karena lalai atau terlena dengan urusan-urusan dunia. Kesalahan kecil yang fatal. Salah meletakkan harap bukan padaNya. Sebab bila harapan diletakkan padaNYa, kerinduan akan wajahNya saja yang ada. Apapun akhirnya adalah pemberian terbaik yang diberikanNya. Berbanggalah semestinya, sebab Dia memberikan sesuatu yang spektakuler berupa rahasia yang masih akan tersingkap di kemudian hari saat kita telah memahami inginNya. Pasti ada hikmah dari semua peristiwa, hanya saja kita terlalu awam untuk memahami.
Barangkali juga bukan sekarang kita baca, tapi esok saat hari ini telah menjadi masa lalu. Berlalulah luka, tak mengapa. Ini hidup, untaian tarbiyah tak berjeda kecuali kita membuat jeda yang panjang.
Lalu, tentang jenuh. Apa ya obatnya? semakin dipikirkan ternyata cuma kebencian yang menggunung. Segalanya memang membosankan kecuali kita tetap setia padaNya. Seperti elang yang membutuhkan angkasa luas untuk terbang melanglang buana dan kitari dunia. Bila tak ada yang didapati, ya sudah terima sajka apa yang ada. Keajaiban selalu ada bila peka kita melaluinya. Biarlah segala luka hanya sesaat saji. Nikmati hakikatnya. Resapi filosofinya. Maka kita akan kaya kontemplasi.
Hidup itu berjalan ke depan dan bukan mundur ke belakang, maka yang masih ada di depan dan menjadi milik kita pastilah satu saat akan kita capai. Jika bukan maka akan kita lalui. Itu saja, ridho dengan kehendakNya dan yakin bahwa itu adalah yang terbaik. Apa pun namanya, apapun bentuknya, adalah hadiah terindah untuk jiwa yang indah memaknai hidup dengan indah. Selamat menapaki hari baru. Get the spirit of ikhlas. (Rieve)

Rabu, 12 November 2008

Hujan

Seperti juga
saat kita menangis
meneteskan airmata
atau tersedu
selalu melegakan hati

maka
Jika luruh
biar saja ia menghujam bumi
dengan gerimisnya yang sejuk
atau dengan derasnya yang membersihkan
kata Nabi :
Hujan adalah berkah

RAHASIA DI BALIK IKHLAS

Beberapa waktu lalu, salah sorang kawan berkunjung ke rumah. Kedatangannya tidak terlalu sering, malah bisa dikatakan termasuk jarang untuk standar kunjungan yang biasa dilakukan kawan-kawan lain. Sebab biasanya, jarak dua atau tiga mahattah (halte) termasuk dekat untuk ukuran kita yang bermukim di perkampungan sepuluh ini. Hanya cuma merogoh kantong satu pond, bisa digunakan untuk pulang pergi. Malah biasanya juga cukup jalan kaki.

Kami bertemu disela-sela kesibukan masing-masing. Setiap jumpa dia bilang, langkahnya menuju kediaman saya karena memang ia jenuh dengan aktivitas belajar. makanya ia datang untuk sekedar bersilaturahmi. Dan seringnya, kalau dia sudah datang pasti ada saja topik yang didiskusikan.

Bermula dari diskusi ringan. Saya, dia dan kawan serumah saya. Saya akui, kawan satu almamater saya itu orangnya memang sangat senang berfikir. Dengan raut wajah serius, bertengger kaca mata, dan rambut ikal sedikit dihiasi rambut putih dikepalanya, ia diberi label sebagian kawan sebagai sorang yang teoritis. Karena setiap omongannya, cara berfikirnya syarat dengan analisa-analisa ringan dan perenungan. Bahkan sampai ada yang bilang, ia Socrates abad sekarang. Ya, walaupun itu berlebihan, tapi memang renungan-renungan sering buat kami berfikir. Dan pertanya-pertanyaannya selalu memunculkan ide baru.

Topik pertama, kami membincangkan soal teknologi. Memang kedengarannya lucu, kita yang kesehariannya belajar ilmu agama di bangku Azhar, malah bicarain teknologi. Tapi ya itulah adanya. Penasaran melihat perkembangan teknologi yang ada, membuat kami sedikit melihat dan menghubung-hubungkannya dengan realitas agama.

Sampailah pada persoalan ruang dan waktu. Dia bilang, salah satu keberhasilan teknologi sekarang bahwa ilmuwan telah mengungkapkan misteri ruang dan waktu. Apa yang mereka temukan tentang partikel-partikel kecil dan atom adalah teknologi. Sampai akhirnya, seorang Einstein membuat bom Atom sebagai senjata pemusnah massal. Lihat saja apa yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki, bom yang besarnya lebih kecil dari pesawat yang bawa bom itu sendiri, bisa meluluhlantahkan dua kota besar yang ada di Jepang. Bukan hanya itu, beberapa saat setelah kehancuran kota tersebut, cuaca yang ketika itu mendung dan turun hujan, kemudian saat semua penduduk kota yang selamat ketika itu kehausan, langsung meminum air hujan tersebut. Wal hasil, semua yang minum juga meninggal. Sebab hujan yang turun adalah proses uap yang diambil dari zat kimia bom yang tersisah.

Lalu saya melontar pernyataan; kalaulah ruang-waktu itu sebegitu dahsyat, saya berfikir sekat dimensi alam nyata dan alam gaib juga bisa dihilangkan. Hipotesanya, sebut saja Jin dan alamnya termasuk gaib. Kalau dilihat dari komponen ciptaannya, jin terbuat dari api. Dalam bahasa arabnya “nar”. Kata “nar” ini adalah pecahan dari kata “nur” artinya cahaya. Berarti kesimpulannya, Jin dan alam sekitarnya tidak terlihat karena peredaran alam jin secepat bahkan lebih cepat dari cahaya. Pertanyaannya kemudian, jika ada ilmuan yang bisa menemukan alat yang bisa melihat kecepatan cahaya bergerak, berarti memungkinkan untuk mengungkap tabir rahasia alam jin. Hanya saja, karena kami bukan ilmuan, dan tidak tahu banyak mengenai fisika dan metafisika, perinsipnya kalau Allah menghendaki semua pasti terjadi.

Kemudian, diskusi ini berlanjut pada seputar masalah tujuan. Dia bertanya, kira-kira apa sih tingkat puncak kenikmatan dari ibadah. Sebab yang dia rasakan, sewaktu ramadhan lalu, dirinya bisa dibilang puas beribadah. Malahan frekuensi ibadanya meningkat drastis, tapi malah justeru yang timbul adalah kebosanan. Jadi apa yang dilakukan para sufi, dimana letak nikmatnya ibadah tersebut. Sementara rutinitas ibadah yang dilakukan dalam artian formal seperti shalat dan lain sebagainya, terkadang kalau sudah sifatnya addictif, maka akan mengabaikan kehidupan dunia.

Lantas, saya balik bertanya kira-kira apa makna ungkapan salah seorang sufi wanita yang bernama Rabiatul adawiyah. Katanya; dia beribadah bukan berharap surga dan bukan pula takut neraka. Dan teringat juga salah satu lirik lagu Crisye; jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kita sujud pada-Nya.

Satu hal yang saya garisbawahi, kejayaan Islam yang diperoleh para pendahulu kita, justeru terletak pada tujuan murni yang hendak mereka capai. Bahwa kekuasaan Islam yang semula berawal dari semenanjung kecil Arabia, bisa meluas hingga dua pertiga dunia. Kenapa bisa seperti itu, karena mereka memahami fungsi mereka sebagai pemakmur bumi yang dibingkai dalam ikatan ibadah.

Dalam setiap tindak tanduk keseharian mereka, semua berjalan dalam rangka ibadah. Dan semuanya diikat kembali dengan tali keikhlasan. Perintah Allah tentang ibadah juga dirangkaikan dengan kata ikhlas. Dan sebagai motivasi, ada hadis yang menggariskan ibadah dengan senantiasa berinovasi dalam amal dunia. Dengan beribadah seolah melihat Allah, sekiranya pun tidak terlihat, dijamin Allah akan melihat apa yang kita kerjakan.

Di sinilah peran ikhlas tersebut. Ikhlas bukan pasrah, tapi ikhlas adalah tujuan tanpa batas. Sebab objek yang dituju adalah Allah. Ia tak dapat terlihat, berarti setiap langkah usaha yang dibuat, terus akan berjalan. Selama masih ada kesempatan hidup, maka inovasi harus ada. Biarlah semua Allah yang menilai usaha kita.

Saya katakan, coba anda buat sesuatu tanpa embel-embel dibelakang. Tujuannya, bukan untuk dipuji, jadi kaya, terhormat atau lainnya. Satu aja, arahkan tujuan anda hanya kepada Allah. Apa yang akan anda rasakan, anda tak akan mengeluh lelah, bosan, jenuh dan lain sebagainya. Justru, jika tujuan itu berhasil, keridhaan Allah sudah dijamin dan bisa jadi anda akan dipuji, kaya serta terhormat di mata manusia.

Itulah ikhlas, tujuan tanpa batas memotivasi kita untuk berbuat terus lebih baik. Karena Allah melihat semua apa yang kita kerjakan.

Love Our Self

oleh Yulia Safitri Minggu, 09 Nov 2008 14:28 WIB Cetak | Kirim | RSS

Sudah menjadi kebiasaan,bahwa aku harus mendengarkan sesuatu sebagai pengantar tidur.Sejak memiliki Qur’an mobile,ayat-ayat yang melantunkan firman Allah,terkadang menjadi teman setia ketika aku dipeluk mimpi sampai terbangun dikeesokan harinya.Hanya mendengar saja,untuk terjemahan sambil lalu kulihat.Hingga kuterjaga dini hari itu.Dalam kesadaran penuh,terdengar Qira’ah bersuara janggal,kemudian aku ulang dan menyimak lebih baik.Subhanallah!ternyata dia menangis bahkan sampai bergetar,suaranya penuh penyesalan,terdengar lantang di beberapa bagian,dalam surat dan ayat sebagai berikut:

Katakanlah;”Hai hamba-hambaKu yang melampui batas terhadap diri mereka sendiri,janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnyalah Dialah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.(Az-Zumar;53)

Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu,dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu,kemudian kamu tidak dapat ditolong(lagi).(Az-Zumar;54)

Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu,sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba,sedang kamu tidak menyadarinya.(Az-Zumar;55)

Supaya jangan ada orang yang mengatakan;’Amat besar penyesalanku atas kelalaianku(dalam menunaikan kewajiban) terhadap Allah,sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olok kan agama Allah(Az-Zumar;56)

Aku renungkan dan menghubungkan dengan sikap Qira’ah tadi.Mencoba menebak apa yang ada dalam benaknya sehingga dia begitu terharu.

Apa dia menyesalkan perbuatannya sendiri ataukah meresapi kasih sayang Allah dengan peringatan tersebut,ataukah kekawatirannya pada umat sesamanya?Wallahu’alam.

Tiada yang tahu sampai dimana berhentinya perjalanan waktu seseorang.Namun kita sering lalai dengan hal ini.Hingga tanpa sadar,sering menunda taubat dengan keyakinan bahwa Allah memberikan usia panjang dengan memanfaatkan waktu yang ada untuk mengamalkan apa yang justru dilarangNya.Beranggapan bahwa taubat dan kematian identik dengan lanjutnya usia.

Kisah seorang teman yang tinggal di ibukota.Berprofesi cukup mapan di usia belia.Terlihat dari posisi yang dicapai dan materi yang diperoleh.Fisik rupawan,penampilan selalu smart dan modis ditambah dunia glamour yang dijalaninya,seolah alasan logis ketika dengan ringan dia melakukan pelanggaran terhadap agamanya.Islam dia ikrarkan,basic keutamaan seorang muslim dia tahu dan kuasai betul.Namun mutiara iman itu sengaja dibiarkan kusam,bahkan dia siram dengan comberan duniawi.Sungguh sayang…

Di bumi para nabi,seseorang dengan usia yang tak terpaut jauh,sedang menjalani studi.Sosoknya mirip dengan tokoh novel yang bersetting di negeri seribu menara tersebut.Merenda waktu dengan bekerja dan menuntut ilmu,karena dia adalah mahasiswa yang terjun bebas tanpa beasiswa.Studi yang lancar dan pekerjaan yang lumayan,serta teguh melaksanakan syariah.Sebuah contoh ideal seorang pemuda islam.

Bila diamati keduanya menjadikan usia muda sebagai motivator dalam menjalani masa,namun hasilnya berseberangan.Apa karena faktor tempat yang mempengaruhi?tapi bukankah syetan berhak menggoda manusia selama di dunia terlepas dari tempat itu tanah suci dan bumi para nabi.Alangkah kerdilnya bila mengkambinghitamkan lingkungan sekitar sebagai kendala untuk mengamalkan kebajikan.Bagaimana dengan kewajiban untuk selalu berusaha mencari kebenaran?serta akal sehat dimana godaan memang bisa datang dari arah mana saja.Apalagi bila semua itu tampak secara kasat dan jelas hukumnya.

Pilihan ada di tangan kita,Allah telah banyak menyeru dalam ayat-ayatnya,Rasul telah memberikan bimbingan dan diteruskan oleh para ulama,hibgga saat iniSemua itu bukti kasih sayang Allah bahwa Dia juga ingin mempersembahkan yang terbaik buat hambaNya.Apalagi terhadap umat Muhammad yang sangat dicintaiNya.Bisakah kita belajar memulai menyayangi diri kita sendiri dengan taat,ikhlas menghindari apa yang diharamkan buat kita.Tyada sebanding kenikmatan dunia dengan akhirat.Sebelum penyesalan menghampiri setelah habis masa.

Wallahu’alam Bishawab